Suatu
senja sebelum mentari meninggalkan tahtanya di langit dan kembali
tertidur. Ada seorang Cowo yang bertengkar dengan kekasihnya di tengah
jalan. Mereka saling berteriak dan mengancam. Semua orang lalu lalang
memperhatikan. Mereka tidak perduli. Seperti sinetron yang menghiasi
layar kaca di TV. Keuda insan ini saling menyalahkan, merasa paling
benar. Aku hanya diam santai saja menikmati Mie Ayam yang hangat.
Sedangkan Bapak Penjual Mie Ayam mengoceh tentang kelakukan dua insan
itu.
"Itu ga malu apa ribut di tengah jalan?" Ujar Bapak itu sambil mencuci mangkuk dengan air ala kadarnya.
Aku hanya senyum-senyum saja tak berusaha menimpali. Bagiku cukup menikmati Mie Ayam ini lalu melanjutkan perjalanan.
"Mas sudah punya pacar belum?" Tanya Bapak itu mengajakku bicara lagi.
Dengan menyeruput Mie aku mengelengkan kepala, "belum Pak."
"Syukurlah Mas, jadi ga ribut kaya ono tuh." Ujar Bapak itu sambil menganggukkan kepalanya ke arah dua insan yang masih bertengkar.
Aku jadi kasihan melihat si Cowo, dia pasti pusing mikir pekerjaan lalu mikir masalah. Tapi di sisi lain hal yang sama juga membuatku kasihan pada si Cewe. Mereka bertengkar lama, sampai aku dengar suara pukulan tangan ke tiang besi yang lumayan keras! Ternyata si Cowo meninju tiang listrik. Si Bapak Penjual Mie dan beberapa orang yang ikut makan Mie pun jadi tertawa, ada yang iba tanpa bisa apa-apa, dan ada yang mencibir seenak jidat mereka, "cowo goblok, gitu aja emosi, sudah putusin aja cewenya, ribet!" Lalu ditimpali tertawa yang lainnya.
Aku cuma diam dan si Bapak Penjual Mie Ayam pun mencibir pelan, "untung Istri saya di rumah ga sampai bikin saya jedotin kepala ke tembok." Guyonan ini pun ditimpal tertawa yang lain. Cuma aku yang diam.
Aku jadi teringat waktu aku bertengkar dengan mantan kekasihku juga seperti itu. Aku sampai meninju dinding kamar dan menyebabkan pergelangan tanganku jadi cedera. Puncaknya ketika aku jatuh dari motor Sabtu yang lalu, menyebabkan pergelangan tangan kananku makin rapuh, ngilu, dan terasa perih saat digerakkan sampai saat ini. Bedanya saat itu Mantanku hanya diam setiap kali aku bicara, diam tanpa kata sedikitpun sampai aku meninggalkannya dengan segudang kecewa. Sementara ini si Cewe berbicara terus. Mungkin memang lebih baik berbicara dengan orang yang marah daripada bicara dengan patung. Bicara dengan orang yang marah, setidaknya kau masih dihargai dan diperhatikan, sedangkan dengan orang yang membisu seperti patung, didengar pun pasti tidak bahkan direnungkan pun jangan berharap. Itulah yang membuat si Cowo mungkin masih bertahan meladeni si Cewe yang berbicara terus.
Saat itu Mantanku hanya diam sama seperti si Cewe ini. Tapi dari matanya keluar airmata dan lalu entah Malaikat darimana merasuk hati si Cewe yang langsung meraih tangan si Cowo yang mungkin lembam. Dengan mesranya dia memegang tangan itu dan mengurutnya pelan. Waw, sangat romantis menurutku.
Si Bapak Penjual Mie Ayam jadi bengong, begitu pun orang2 yang tadi mencibir dua insan ini.
"Mesra ya Pak, mereka?" Ujarku sambil meletakkan Mangkuk yang isinya sudah habis ku lahap.
"Iya." Jawab si Bapak sambil senyum.
"Ah paling juga bentar, nanti ribut lagi." Ujar si bapak yang tadi bilang putusin aja Cewenya itu.
"Ribut itu wajar ko, Pak. Yang ga wajar itu kalau ga pernah ribut, berarti permasalahannya dipendam di hati terus tuh, Pak." Ujar seorang Ibu yang sedari tadi juga asyik main BB-nya sambil mengantri Mie Ayam yang dibungkus.
Si Bapak itu hanya diam sambil melahap Mie-nya dengan es mosi eh emosi maksudku:D
Aku cuma senyum, dalam hatiku, "Skak mat kan loe!" untuk si Bapak yang mencibir itu.
Setelah membayar Mie Ayam itu, aku pun melanjutkan perjalananku.
Sepanjang jalan aku bertanya-tanya, bagaimana dengan dua insan tadi? Karena setelah aku pergi pun mereka masih berdua disana. Tak bertengkar lagi, tapi si Cewe terus memijat tangan si Cowo yang dengan satu tangan lainnya asyik memainkan rambut si Cewe dan mengusap air mata Cewe tersebut. Romantis, menurutku.
Kejadian ini mengajarkan aku bahwa cinta yang baik takkan tega melihat orang yang dicintanya terluka. Cinta yang baik tahu waktunya untuk memaafkan dan berbaikan kembali.
Aku berjalan pulang dengan senyum, berharap suatu saat romantisme itu bisa kurasakan. Mupeng banget jadinya! :D
Tangerang, 10 Juni 2011.
Suatu Senja.
"Itu ga malu apa ribut di tengah jalan?" Ujar Bapak itu sambil mencuci mangkuk dengan air ala kadarnya.
Aku hanya senyum-senyum saja tak berusaha menimpali. Bagiku cukup menikmati Mie Ayam ini lalu melanjutkan perjalanan.
"Mas sudah punya pacar belum?" Tanya Bapak itu mengajakku bicara lagi.
Dengan menyeruput Mie aku mengelengkan kepala, "belum Pak."
"Syukurlah Mas, jadi ga ribut kaya ono tuh." Ujar Bapak itu sambil menganggukkan kepalanya ke arah dua insan yang masih bertengkar.
Aku jadi kasihan melihat si Cowo, dia pasti pusing mikir pekerjaan lalu mikir masalah. Tapi di sisi lain hal yang sama juga membuatku kasihan pada si Cewe. Mereka bertengkar lama, sampai aku dengar suara pukulan tangan ke tiang besi yang lumayan keras! Ternyata si Cowo meninju tiang listrik. Si Bapak Penjual Mie dan beberapa orang yang ikut makan Mie pun jadi tertawa, ada yang iba tanpa bisa apa-apa, dan ada yang mencibir seenak jidat mereka, "cowo goblok, gitu aja emosi, sudah putusin aja cewenya, ribet!" Lalu ditimpali tertawa yang lainnya.
Aku cuma diam dan si Bapak Penjual Mie Ayam pun mencibir pelan, "untung Istri saya di rumah ga sampai bikin saya jedotin kepala ke tembok." Guyonan ini pun ditimpal tertawa yang lain. Cuma aku yang diam.
Aku jadi teringat waktu aku bertengkar dengan mantan kekasihku juga seperti itu. Aku sampai meninju dinding kamar dan menyebabkan pergelangan tanganku jadi cedera. Puncaknya ketika aku jatuh dari motor Sabtu yang lalu, menyebabkan pergelangan tangan kananku makin rapuh, ngilu, dan terasa perih saat digerakkan sampai saat ini. Bedanya saat itu Mantanku hanya diam setiap kali aku bicara, diam tanpa kata sedikitpun sampai aku meninggalkannya dengan segudang kecewa. Sementara ini si Cewe berbicara terus. Mungkin memang lebih baik berbicara dengan orang yang marah daripada bicara dengan patung. Bicara dengan orang yang marah, setidaknya kau masih dihargai dan diperhatikan, sedangkan dengan orang yang membisu seperti patung, didengar pun pasti tidak bahkan direnungkan pun jangan berharap. Itulah yang membuat si Cowo mungkin masih bertahan meladeni si Cewe yang berbicara terus.
Saat itu Mantanku hanya diam sama seperti si Cewe ini. Tapi dari matanya keluar airmata dan lalu entah Malaikat darimana merasuk hati si Cewe yang langsung meraih tangan si Cowo yang mungkin lembam. Dengan mesranya dia memegang tangan itu dan mengurutnya pelan. Waw, sangat romantis menurutku.
Si Bapak Penjual Mie Ayam jadi bengong, begitu pun orang2 yang tadi mencibir dua insan ini.
"Mesra ya Pak, mereka?" Ujarku sambil meletakkan Mangkuk yang isinya sudah habis ku lahap.
"Iya." Jawab si Bapak sambil senyum.
"Ah paling juga bentar, nanti ribut lagi." Ujar si bapak yang tadi bilang putusin aja Cewenya itu.
"Ribut itu wajar ko, Pak. Yang ga wajar itu kalau ga pernah ribut, berarti permasalahannya dipendam di hati terus tuh, Pak." Ujar seorang Ibu yang sedari tadi juga asyik main BB-nya sambil mengantri Mie Ayam yang dibungkus.
Si Bapak itu hanya diam sambil melahap Mie-nya dengan es mosi eh emosi maksudku:D
Aku cuma senyum, dalam hatiku, "Skak mat kan loe!" untuk si Bapak yang mencibir itu.
Setelah membayar Mie Ayam itu, aku pun melanjutkan perjalananku.
Sepanjang jalan aku bertanya-tanya, bagaimana dengan dua insan tadi? Karena setelah aku pergi pun mereka masih berdua disana. Tak bertengkar lagi, tapi si Cewe terus memijat tangan si Cowo yang dengan satu tangan lainnya asyik memainkan rambut si Cewe dan mengusap air mata Cewe tersebut. Romantis, menurutku.
Kejadian ini mengajarkan aku bahwa cinta yang baik takkan tega melihat orang yang dicintanya terluka. Cinta yang baik tahu waktunya untuk memaafkan dan berbaikan kembali.
Aku berjalan pulang dengan senyum, berharap suatu saat romantisme itu bisa kurasakan. Mupeng banget jadinya! :D
Tangerang, 10 Juni 2011.
Suatu Senja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar